ALMI Desak KPK Usut Dugaan Penyalahgunaan Wewenang KPU dalam Penggunaan Jet Pribadi Rp 90 Miliar

Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) laporkan KPU soal dugaan Penyalahgunaan Wewenang. (Foto: Harianindo.id)

JAKARTA – Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi oleh jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait penggunaan jet pribadi dalam sejumlah perjalanan dinas. ALMI menilai tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga mengarah pada perbuatan yang merugikan keuangan negara.

Dalam surat resmi bernomor 05.ALMI.OUT.X.2025 tertanggal 27 Oktober 2025, ALMI menilai keputusan Ketua dan anggota KPU bersama Sekjen menggunakan jet pribadi tidak sesuai dengan tujuan penggunaan dana negara yang sah.

“Fakta persidangan menyatakan 59 kali perjalanan menggunakan jet pribadi, tidak ditemukan satu pun rute perjalanan dengan tujuan logistik. Artinya, penggunaan jet pribadi tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya,” tulis ALMI dalam keterangannya.

ALMI menegaskan bahwa alasan KPU menggunakan jet pribadi untuk memantau logistik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) tidak berdasar. Dari hasil pemeriksaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), terbukti bahwa perjalanan-perjalanan tersebut justru digunakan untuk kegiatan lain seperti bimbingan teknis, monitoring PSU, hingga kegiatan kelembagaan pasca pemilu.

“Bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Ketua, Anggota, dan Sekjen KPU adalah dengan menggunakan jet pribadi tidak sesuai maksud dan tujuannya. Ini melanggar asas-asas pemerintahan yang baik,” tulis Abdul Hakim advokat yang turut melayangkan laporan itu.

Bacaan Lainnya

Menurut ALMI, tindakan tersebut memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) karena diduga kuat menyebabkan kerugian keuangan negara.

Dari sisi pengadaan barang dan jasa, ALMI juga menyoroti adanya kejanggalan serius dalam proses tender. Berdasarkan hasil sidang DKPP, pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) dilakukan pada 1 November 2024, sementara kontrak pengadaan jet pribadi telah berjalan sejak 8 Januari 2024. Kondisi ini menunjukkan adanya indikasi backdate atau manipulasi waktu pengumuman tender.

Lebih lanjut, perusahaan pemenang tender yakni PT Alfalima Cakrawala Indonesia disebut belum berpengalaman dalam proyek besar dan tergolong perusahaan kecil karena baru berdiri dua tahun.

“Pemilihan penyedia melalui e-purchasing yang sangat tertutup dicurigai menjadi pintu masuk praktik suap dan markup harga,” imbuhnya.

Dari aspek keuangan, penggunaan jet pribadi tersebut juga dinilai melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 113/PMK.05/2012 tentang perjalanan dinas pejabat negara. Dalam regulasi itu disebutkan, pejabat setingkat menteri hanya boleh menggunakan penerbangan kelas bisnis, sedangkan pejabat di bawahnya harus kelas ekonomi.

ALMI menyebut nilai pagu anggaran sewa jet pribadi mencapai Rp90 miliar, dengan total realisasi Rp65,49 miliar, namun hanya Rp46,19 miliar yang terbayar. Artinya, terdapat selisih Rp19,29 miliar yang tidak jelas penggunaannya.

“Dari sini jelas bahwa tindakan Ketua, Anggota, dan Sekjen KPU RI telah melakukan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian keuangan negara,” tegasnya.

Oleh karena itu, ALMI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini. Mereka menilai, sanksi etik yang dijatuhkan DKPP berupa peringatan keras tidak cukup untuk memberikan efek jera terhadap pelanggaran serius yang berpotensi korupsi.

“KPK harus bergerak menindaklanjuti indikasi penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara. Ini bukan sekadar persoalan etika, tapi sudah menyentuh ranah hukum pidana,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *