JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri berhasil membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lintas negara dengan modus baru: penipuan berkedok lowongan kerja sebagai admin kripto.
Pengungkapan kasus ini bermula dari proses repatriasi Warga Negara Indonesia (WNI) pada Maret 2025. Dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Direktur PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah menjelaskan bahwa korban dijanjikan pekerjaan di Uni Emirat Arab, namun kenyataannya dibawa ke Thailand, lalu dipindahkan ke Myawaddy, Myanmar, dan dieksploitasi secara tidak manusiawi.
“Korban dijanjikan bekerja sebagai admin kripto dengan gaji 26.000 baht per bulan. Namun, kenyataannya, pekerjaan serta upah yang diterima tidak sesuai dan korban justru mengalami eksploitasi,” ungkap Nurul.
Penyelidikan mendalam mengungkap bahwa pelaku merekrut korban dari Pangkal Pinang, memfasilitasi pembuatan paspor, wawancara via video call WhatsApp, hingga pembelian tiket menuju Bandara Soekarno-Hatta. Seluruh akomodasi hingga keberangkatan ke Myanmar ditanggung oleh jaringan pelaku.
Dalam pengungkapan kasus ini, penyidik berhasil menangkap seorang pelaku berinisial HR, yang berperan penting dalam proses perekrutan dan pengiriman korban ke luar negeri. Sementara satu pelaku lain, IR, masih buron dan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“IR berperan dalam pengaturan akomodasi, pemesanan tiket hingga pengantaran korban ke Myanmar. Kami telah menerbitkan DPO dan mendistribusikannya ke jajaran kewilayahan untuk dilakukan upaya paksa,” jelas Brigjen Nurul.
Sejumlah barang bukti juga diamankan, termasuk enam paspor, dua unit ponsel, dua bundel rekening koran, satu laptop, dan tiga bundel manifes penumpang. HR dijerat dengan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Pasal 81 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 55 KUHP.
HR akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bangka untuk proses hukum lanjutan. Guna menelusuri jejak keuangan jaringan pelaku, Polri bekerja sama dengan PPATK. Sementara untuk membongkar sindikat internasional, Direktorat PPA-PPO juga menggandeng Kementerian Luar Negeri dan Divisi Hubinter Polri.
“Kasus ini adalah bukti nyata bagaimana para pelaku TPPO terus mencari cara untuk mengeksploitasi korban dengan berbagai modus baru. Kami mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi dari pihak yang tidak jelas legalitasnya,” tegas Brigjen Nurul.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat, khususnya calon pekerja migran, agar lebih waspada terhadap tawaran kerja luar negeri yang mencurigakan.