Benalu Gus Yahya di Tubuh NU

Kirwan

Di bawah kepemimpinan KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Nahdlatul Ulama memasuki babak baru yang penuh dinamika. NU memang bukan organisasi kecil—ia adalah ormas keagamaan terbesar di Indonesia dengan sejarah panjang dalam perjuangan kebangsaan, pendidikan, dan sosial keumatan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, arah gerak NU justru tampak bergerak menuju orbit yang kontroversial. Banyak keputusan strategis PBNU yang dinilai tidak lagi seirama dengan aspirasi akar rumput, tidak membumi pada tradisi tawazun, tasamuh, dan i’tidal, serta terkesan menempatkan NU sebagai instrumen politik kekuasaan.

Dalam konteks inilah saya menggunakan istilah “benalu” yang kepada gaya kepemimpinan Gus Yahya, tentu bukan pada pribadinya, tetapi pada pola kebijakan yang dianggap menyedot sumber daya, legitimasi moral, dan rekam historis NU demi agenda yang tidak selalu berorientasi pada kemaslahatan warga Nahdliyyin.

Salah satu kritik paling menonjol ialah kecenderungan PBNU mengadopsi gaya kepemimpinan yang elitis dan sentralistik. NU, yang selama puluhan tahun ditopang oleh moralitas kiai kampung, jaringan pesantren, dan loyalitas warga desa, kini terlihat seperti organisasi yang bergerak dari pusat ke bawah (top down) —bukan lagi dari bawah ke atas (buttom up).

Kebijakan yang terlalu dekat dengan lingkar kekuasaan membuat sebagian warga NU merasa semakin jauh dari rumah besar mereka sendiri. Hubungan NU–politik yang dulu dijaga dengan penuh kehati-hatian kini terlihat lebih cair, bahkan dianggap terlalu cair. Alih-alih menjadi penyeimbang, NU kini justru sering dikaitkan sebagai mitra politik tertentu. Contohnya? Banyak sekali termasuk bagaimana NU bermain di bawah pimpinan Gus Yahya pada pemilu 2024 lalu.

Lebih dari itu, di satu sisi, Gus Yahya memang membawa gaya baru: diplomasi global, penguatan citra internasional, hingga keterlibatan dalam isu-isu geopolitik. Namun di sisi lain, banyak yang mempertanyakan: apakah itu kebutuhan NU saat ini? Sementara warga NU masih berkutat dengan masalah pendidikan mahal, akses kesehatan minim, dan ketimpangan ekonomi, PBNU justru sibuk dengan kegiatan dan wacana yang jauh dari realitas warga di bawah – termasuk yang sangat memalukan yakni ketika PBNU mengundang aktivis pro zionis Israel pada agenda nasional beberapa waktu lalu.

Bacaan Lainnya

Benalu yang Menyerap Ruang Kritis

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *