Dari Mistik ke Fanatisme (Kritik Tan Malaka terhadap Taqlid Buta Masyarakat Madura pada Kiai/Lora)

Rohman

Jika fanatisme seperti ini dibiarkan, maka pesantren yang seharusnya menjadi pusat pencerahan berubah menjadi pusat pembenaran dosa. Nama kiai yang mestinya dihormati justru diseret menjadi alat untuk menutupi kejahatan. Dan ketika masyarakat takut mengkritik hanya karena trauma mistik, maka yang rusak bukan hanya korban, tetapi seluruh peradaban.

Saatnya orang Madura berani bersuara. 
Bahwa barokah tidak datang dari menutup kezaliman. Bahwa tidak ada kiai, lora, atau gus yang suci di atas hukum. Bahwa mistik tidak boleh lebih kuat daripada akal dan kemanusiaan. Kalau tidak, seperti kata Tan Malaka, masyarakat akan terus hidup dalam KEGELAPAN PIKIRAN menjadi bangsa yang berjalan tanpa arah, dimanfaat oleh lora yang keji, dan terus diperdaya oleh simbol-simbol yang mereka keramatkan sendiri.

*Rohman, penulis adalah Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia/Aktivis Muda Madura

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *