Impor Molase Thailand Jatuhkan Harga Lokal, Direktur LSKB: Petani Tebu Menjerit

Direktur Eksekutif Lingkar Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB), Fahmi Budiawan. (Foto: Harianindo.id)

JAKARTA – Kebijakan impor tetes tebu (molase) dari Thailand melalui Permendag Nomor 16 Tahun 2025 menimbulkan gejolak baru di sektor gula nasional. Harga tetes lokal yang sebelumnya berada di kisaran Rp2.100–2.400 per kilogram kini anjlok drastis hingga hanya Rp900 per kilogram. Kondisi ini membuat petani tebu dan pabrik gula dalam negeri mengalami kerugian besar.

Direktur Eksekutif Lingkar Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB), Fahmi Budiawan, menegaskan bahwa kebijakan impor tanpa kontrol justru memperburuk kondisi petani yang menjadi tulang punggung swasembada gula dan bioetanol nasional.

“Petani tebu itu tulang punggung swasembada gula dan bioetanol nasional. Kebijakan impor tanpa kontrol yang ketat akan menurunkan pendapatan mereka, sekaligus mengancam ketahanan pangan dan energi Indonesia,” ujar Fahmi Budiawan kepada harianindo.id, Sabtu (20/9/2025).

Temuan LSKB menunjukkan 60 persen produksi lokal kini menumpuk di tangki pabrik, sehingga berisiko menimbulkan masalah fermentasi hingga keselamatan lingkungan. Situasi ini diperparah dengan absennya regulasi harga dasar maupun kuota impor, yang membuat petani semakin tertekan dan kehilangan daya tawar.

Molase selama ini tidak hanya digunakan untuk gula, tetapi juga menjadi bahan baku penting bioetanol, pupuk, dan pakan ternak. Jika ketergantungan impor terus berlanjut, Indonesia berpotensi melemahkan ketahanan pangan dan energi nasional di masa depan.

Bacaan Lainnya

Rekomendasi LSKB

Untuk mengatasi krisis ini, LSKB mengusulkan lima langkah strategis, antara lain:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *