Malik Madani Desak Gus Yahya dan Kiai Miftah Mundur, Sebut NU Jadi Cibiran Akibat Skandal Zionisme dan Dugaan Korupsi

Malik Madani Desak Gus Yahya dan Kiai Miftah Mundur, Sebut NU Jadi Cibiran Akibat Skandal Zionisme dan Dugaan Korupsi. (Foto: Istimewa)

YOGYAKARTA –  Dr. KH Malik Madani, MA, Katib Aam Syuriah PBNU periode 2010–2015, menyatakan keprihatinannya atas kondisi Nahdlatul Ulama (NU) yang kini menjadi sorotan negatif publik. Ia menyebut, citra NU tercoreng akibat dugaan keterlibatan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam jaringan internasional zionisme, serta kasus dugaan korupsi dana kuota haji yang menyeret mantan Menteri Agama RI sekaligus eks Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut).

Keduanya, menurut Malik Madani, telah mencoreng marwah NU yang selama ini dikenal menjunjung nilai etika dan moral. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah Gus Yaqut dan Ketua PBNU Ishfah Abidal Aziz bepergian ke luar negeri karena proses penyelidikan masih berlangsung.

“Ini ujian besar bagi NU. Mereka telah sangat melukai perasaan warga NU, kiai pesantren, nyai, dan ning,” ujar Malik Madani sebagaimana dikutip dari bangsaonline.com, Sabtu (13/9/2025).

Malik menegaskan, dampak dari perilaku elit PBNU tersebut bukan hanya melukai warga NU secara nasional, tapi juga merusak citra NU di mata umat Islam dunia.

“Sebab NU adalah organisasi keagamaan terbesar tidak hanya secara nasional, tapi juga internasional,” tegasnya.

Bacaan Lainnya

Ia pun meminta Rais ‘Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar dan Gus Yahya untuk memberikan teladan moral dengan mengundurkan diri secara elegan demi menyelamatkan marwah organisasi.

“Caranya gimana? Kalau sudah begitu menyeruak skandal zionis dan keterkaitan dengan dugaan korupsi kuota haji ya mengundurkan diri. Itu cara paling ashlah, paling banyak maslahat, paling elegan,” tegas Malik Madani.

Malik juga mengutip hadits Nabi Muhammad SAW: “Istafti qalbak, mintalah fatwa pada hati nuranimu” serta kaidah fikih Hukmul haakim laa yughayyirul waaqi’ yang menegaskan bahwa keputusan formal tidak dapat mengubah fakta.

“Saya ingin mengatakan bahwa Islam itu lebih berpihak kepada kebenaran substantif, bukan kebenaran formalistik dan prosedural,” ujarnya.

Menurut Malik, Kiai Miftah pun seharusnya mundur dari jabatan Rais ‘Aam Syuriah karena telah mengakui kesalahan Tanfidziyah (Gus Yahya), yang menandakan ia tidak lagi mampu mengendalikan jajaran Tanfidziyah.

“Tugas syuriah itu mengawasi, membimbing dan menegur jika Tanfidziyah tidak benar. Beliau sudah tidak mampu. Maka secara nilai etik dan moral bertanggungjawab, karena itu solusinya mundur,” tambahnya.

Malik bahkan membandingkan budaya tanggung jawab moral ini dengan Jepang dan Korea Selatan yang para pejabatnya mundur jika melakukan kesalahan.

“Kalau di Jepang dan Korea Selatan rasa malu mengharuskan seorang pejabat mundur, mengapa di NU sebagai pengawal moral terdepan di negeri ini para pengurusnya tidak melakukan seperti itu. Padahal di NU terkenal Hadits Al Hayaa’u minal iman, bahwa malu itu bagian dari iman,” tegas Malik Madani.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *