Mayjen Farid Makruf: Dari Warung Tanah Merah ke Panggung Internasional, Jenderal Merakyat yang Tak Lupa Akar

Mayjen TNI, Dr. Farid Makruf, MA saat mengenakan pakaian dinas militer Kopassus. (Foto: Istimewa)

BANGKALAN – Pagi baru saja beranjak di Pasar Tanah Merah, Bangkalan. Embun sisa hujan masih menempel di dedaunan, sementara kios sayur mulai ramai ditata. Di tengah lorong pasar, seorang pria sederhana dengan kaos oblong dan celana pendek menyapa pedagang dengan senyum hangat. Siapa sangka, sosok yang dikenal warga hanya sebagai “anak Bu Makruf” itu sejatinya adalah Mayjen TNI Dr. Farid Makruf, M.A., seorang jenderal dengan rekam jejak panjang di militer Indonesia.

Di Jakarta, namanya tercatat sebagai perwira tinggi yang pernah menjabat Pangdam V Brawijaya, memimpin operasi besar di Poso, hingga mewakili Indonesia dalam misi perdamaian dunia di Sierra Leone, Afrika Barat. Ia juga sempat menimba ilmu di Hull University, Inggris, dalam bidang Security Study. Namun, di kampung halamannya, pangkat dan jabatan seolah larut dalam aroma kopi hitam yang diseduh ibunya di warung kayu sederhana.

“Kalau pulang, saya selalu ke warung ini dulu. Duduk dengan ibu, bercanda, seakan kembali anak kecil,” kata Farid sambil menyeruput kopi hangat di Tanah Merah.

Mayjen TNI Dr. Farid Makruf saat membersai sang Ibu di warung sederhana, Bangkalan. (Foto: Istimewa)

Ditempa Warung Kecil, Dibesarkan Nilai Kesederhanaan

Masa kecil Farid diwarnai kerja keras. Sejak kelas 4 SD ia sudah membantu menjaga warung, mengantar minyak dan kecap ke tetangga, kadang dibayar sate sebagai imbalan. Dari sinilah ia belajar tentang arti rezeki halal dan kerja keras.

“Orang tua selalu menekankan, jangan rakus, jangan menipu. Lebih baik sedikit tapi barokah,” kenangnya.

Bacaan Lainnya

Keinginan Farid untuk membesarkan warung menjadi toko modern ditolak orang tuanya. Mereka memilih sederhana, tidak mau menyusahkan anak-anaknya. “Akhirnya saya ikuti. Yang penting mereka bahagia,” ucapnya lirih.

Karakter sabar, disiplin, dan pantang menyerah yang lahir dari warung kecil itu kelak ia bawa menembus gerbang Akademi Militer, hingga meraih prestasi strategis di tubuh TNI.

Dari Poso, Lombok, hingga Sierra Leone

Jejak pengabdian Farid terukir panjang. Ia ikut memburu kelompok Santoso dan Ali Kalora di Poso, terjun dalam penanganan bencana Lombok hingga mengevakuasi korban dan membangun 47 ribu rumah bagi penyintas gempa. Di level internasional, Farid tampil mewakili Indonesia dalam misi perdamaian di Sierra Leone.

Namun, di tengah prestasi itu, ia kerap kembali ke Madura. Menjenguk orang tua, menginap semalam di rumah sederhana, atau sekadar duduk di lantai menemani ayahnya yang kini lumpuh akibat stroke.

“Pintu surga saya ada pada kedua orang tua,” ujarnya sembari mendorong kursi roda ayahnya dengan penuh kelembutan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *