JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa satu kasus penyimpangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai kualitas program secara keseluruhan. Ia menekankan bahwa program tersebut telah berjalan dengan baik dan berhasil di sebagian besar wilayah.
“Karena itulah, sebuah kasus yang terjadi di satu tempat tidak bisa mewakili seluruh kasus maka kita mengambil kesimpulan bahwa Presiden (Prabowo Subianto) menyatakan deviasi (penyimpangan) adalah 0,0017 persen,” kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Pigai mengakui adanya kendala teknis, baik pada produksi maupun pengawasan, seperti keterampilan memasak, kualitas distribusi, hingga penyimpanan bahan baku. Namun, ia menegaskan jumlah penyimpangan sejak program diluncurkan awal tahun lalu hanya mencapai 0,0017 persen.
“Jadi secara keseluruhan, sesungguhnya 99 persen pelaksanaan MBG sampai pada hari ini berhasil,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pigai menyebutkan bahwa tantangan dalam penyediaan makanan bergizi tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga negara maju lain seperti Amerika Serikat dan Jepang. “Program semacam ini selalu saja ada kendala,” ucapnya.
Menurut Pigai, tujuan utama program MBG adalah menciptakan generasi sehat, cerdas, dan terpenuhi kebutuhan gizinya. Karena itu, Kementerian HAM berkomitmen untuk terus mengawal pelaksanaan program tersebut bersama Badan Gizi Nasional.
“Saya sudah bicara dengan Kepala BGN (Badan Gizi Nasional) bahwa Kementerian HAM akan terus menyertai bersama untuk memastikan agar pemenuhan kebutuhan gizi bagi sekolah-sekolah, ibu, dan anak itu bisa tercapai, terkontrol dalam koridor HAM,” tegas Pigai.