JAKARTA – Penangkapan paksa terhadap Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Delpedro dijemput aparat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) pada Senin malam, 1 September 2025, sekitar pukul 22.45 WIB di kantor Lokataru Foundation, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Perwakilan Lokataru Foundation, Muzaffar, menuturkan proses penangkapan dilakukan dengan cara yang mengejutkan.
“Ketika dibuka, terdapat 10 orang mengenakan baju hitam-hitam mengaku dari Polda Metro Jaya dan langsung masuk ke kantor Lokataru,” ujarnya kepada media, Selasa (2/9/2025).
Menurut Muzaffar, aparat menunjukkan surat penangkapan tanpa menjelaskan secara rinci isi dokumen tersebut. Delpedro hanya diberitahu bahwa ia diancam lima tahun penjara, sementara laptop dan barang-barang pribadinya turut disita sebelum akhirnya ia dibawa dengan mobil Suzuki Ertiga berwarna putih.
Lokataru Foundation mengecam keras penangkapan tersebut dan menilainya sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivis.
“Delpedro Marhaen adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk bersuara, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara damai. Penangkapan sewenang-wenang terhadap dirinya bukan hanya bentuk kriminalisasi, tapi upaya membungkam kritik publik,” tulis pernyataan resmi Lokataru melalui akun Instagram @lokataru_foundation.
Pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar, juga membenarkan adanya penangkapan satu anggota Lokataru lainnya. “Betul semalam/dini hari (ditangkap) di kantin Polda,” kata Haris lewat pesan singkat.
Sementara itu, pada hari yang sama, Syahdan Husein, perwakilan dari gerakan mahasiswa Gejayan Memanggil, juga dikabarkan ditangkap oleh Polda Bali. Namun, Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandy, membantah adanya penangkapan tersebut.
“Tidak ada,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Delpedro disebut dijerat dengan sejumlah pasal, di antaranya Pasal 160 KUHP, Pasal 15, 76H, dan 87 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 45A Ayat 3 UU ITE. Hingga kini, belum jelas pasal apa yang digunakan untuk menjerat Syahdan maupun anggota Lokataru lainnya.
Penangkapan ini menambah daftar panjang praktik represif aparat terhadap masyarakat sipil. Lokataru menegaskan negara seharusnya menjamin kebebasan sipil dan politik, bukan justru membungkam suara kritis melalui kriminalisasi.