JAKARTA – Pemerintah Yerusalem memperingatkan bahaya serius dari aktivitas penggalian bawah tanah yang dilakukan Israel di sekitar Masjid Al-Aqsa. Aktivitas ini dinilai berpotensi merusak struktur bangunan bersejarah Islam dan mengancam stabilitas fondasi masjid suci tersebut.
Peringatan keras disampaikan oleh Penasihat Kegubernuran Yerusalem, Marouf Al-Rifai, yang menegaskan bahwa penggalian itu tidak hanya mengancam fisik bangunan, tetapi juga merupakan bagian dari upaya sistematis untuk mengubah identitas Kota Suci.
“Ini merupakan bagian dari rencana untuk merusak landmark bersejarah Islam, ini melanggar hukum Islam,” ujar Al-Rifai kepada WAFA News Agency, Rabu (22/10/2025).
Menurut Al-Rifai, penggalian dilakukan melalui serangkaian terowongan bawah tanah yang menghubungkan sejumlah situs bersejarah, termasuk kawasan yang dikenal sebagai Kota Daud. Sebagian besar terowongan tersebut awalnya merupakan jalur air kuno yang kini telah dikeringkan dan diubah menjadi museum, sinagoge, dan jalur wisata Yahudi.
“Salah satu terowongan ini, yang dikenal sebagai Pasar Jabbana, diubah menjadi jalur wisata Yahudi, yang mengancam infrastruktur di bawah Masjid Al-Aqsa,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa penggalian tanpa dasar ilmiah ini dapat menghancurkan rumah-rumah bersejarah, sekolah kuno, serta landmark Palestina lainnya di kawasan Yerusalem. Dampak paling mengkhawatirkan, kata Al-Rifai, adalah potensi kerusakan pada lapisan tanah yang menopang bangunan Masjid Al-Aqsa.
“Penggalian tersebut tidak memiliki metodologi ilmiah dan merupakan pelanggaran status quo, yang menegaskan bahwa penggalian tersebut murni bermotif politik,” tegas Al-Rifai.
Ia menilai proyek terowongan tersebut merupakan bentuk pemaksaan kendali Israel atas situs-situs suci di Yerusalem, yang berisiko mengubah tatanan sejarah dan menghapus identitas Palestina di wilayah tersebut.
“Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan Kota Suci dan identitas Palestina-nya,” pungkasnya.
Aktivitas penggalian Israel di sekitar Masjid Al-Aqsa selama ini kerap menuai kecaman internasional karena dianggap mengancam keberadaan salah satu situs paling suci umat Islam di dunia dan berpotensi memicu ketegangan baru di kawasan Timur Tengah.
