Akhir-akhir ini, Lembaga Pendidikan tertua di Indonesia sedang diterpa kabar yang kurang baik, banyak kejadian yang kemudian menyasar nama pesantren menjadi tidak enak didengar, kabar tidak sedap ini ternyata muncul dari orang-orang yang tidak mengenal baik kehidupan pesantren. Tidak mengenal baik budaya dan tradisi intelektual yang lahir dari Lembaga Pendidikan yang sudah melahirkan banyak pemimpin negara ini. Tulisan saya akan berangkat dari kritikan yang lahir dari media sosial semacam Instagram, tiktok, twitter (yang sekarang menjadi X), dan media yang lainnya mengenai tuduhan kepada Pesantren. Pertama, Pesantren dianggap menerapkan praktik feodalisme.
Berangkat dari istilah, Apa yang dimaksud feodalisme menurut Karl Marx salah satu Filsuf yang mengkritik keras penghisapan, ia mengatakan bahwa feodalisme adalah kendali atas tanah, melalui tenaga kerja, hasil bumi dan sewa uang. Lantas apakah Para Kyai dan pengurus pesantren mempraktekan apa yang dikatan Marx? Tentu saja tidak, bagi saya yang alumni pesantren, pesantren adalah Lembaga yang demokratis dan sangat jauh dari penghisapan, kita hanya diminta untuk gotong royong membangun pesantren hanya seminggu sekali, dan tidak dipaksa. Dan kyai sebagai pemimpin pesantren tidak pernah memaksa santrinya untuk melakukan apapun, jika ada peraturan di pesantren, saya tanya Lembaga Pendidikan mana yang tidak punya aturan?
Dasar bagi santri untuk menghormati guru termaktub jelas dalam kitab kuning yang dikajinya, mengkaji kitab kuning juga perlu ilmu lagi, perlu memahami nahwu dan shorof, tidak cukup melihat satu tayangan video di tiktok. Dalam kitab ta’lim muta’alim kita dituntut untuk menghormati guru kita, bahkan Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa: “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan ataupun tetap menjadi hambanya.” Bahkan sekelas menantu Nabi Muhammad SAW saja yang cerdasnya luar biasa masih bisa menghormati gurunya, apalagi santri yang diajarkan Khazanah keilmuan islam selama 24 jam di pesantren.
Tuduhan Pesantren dan Kyai mempraktikan Feodalisme adalah tuduhan tanpa dasar, tanpa ilmu dan jauh dalam Khazanah intelektual, tuduhan yang tidak bisa dibuktikan. Kemudian yang kedua, pesantren mempraktikan eksploitasi terhadap santrinya. Tuduhan ini sangat jauh dari kenyataan, faktanya, santri diajarkan berdebat, musyawarah, mengkaji Khazanah keilmuan islam yang lebih mendalam dari turats dan kitab-kitab terdahulu. Sistem Pendidikan di pesantren ini bahkan bertahan ratusan tahun di Indonesia, sistem Pendidikan ini tidak bisa dibandingkan dengan SEKOLAH NEGERI yang belajarnya hanya sepersekian jam saja.
