Polemik Holyland Karangturi, Fokal IMM Dorong Adanya Dialog dengan Kepala Dingin dan Hati Sejuk

Pernyataan Sikap Forum Umat Islam Gendangrejo Bersatu tolak pembangunan bukit doa Hollyland. (Foto: Istimewa)

KARANGANYAR — Polemik pembangunan wisata rohani Holyland Karangturi di Desa Karangturi, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar terus menjadi sorotan publik. Proyek yang diinisiasi oleh Yayasan Keluarga Anugerah Surakarta ini menuai beragam respons dari masyarakat hingga pejabat daerah.

Wakil Ketua Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM) Kabupaten Karanganyar, Muhammad Fakhrial Aulia, M.Pd., menilai bahwa keputusan Bupati Karanganyar, H. Rober Christanto, S.E., M.M., untuk menghentikan sementara pembangunan melalui SK Nomor 500.16.7/505/2025 tertanggal 2 September 2025 merupakan langkah tepat.

“Penghentian sementara pembangunan wisata rohani Holyland sudah tepat sebagai upaya untuk meredam gesekan yang bisa saja terjadi akibat polarisasi sikap terkait pembangunan proyek tersebut,” ungkapnya.

Ia juga menanggapi pernyataan Permadi Arya atau Abu Janda yang menuding Bupati mengalah kepada warga intoleran. Menurutnya, hal tersebut merupakan kesimpulan prematur.

“Yang terjadi adalah pengkajian agar seluruh umat beragama dapat beribadah dengan tenang, yang harapannya juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui UMKM,” tegas Fakhrial.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut, Fokal IMM mendorong Pemkab Karanganyar menjembatani dialog antara warga lokal dengan pihak yayasan secara sehat tanpa intervensi. Dialog itu diharapkan tidak hanya menyelesaikan polemik, tetapi juga membuka ruang pengembangan UMKM lokal melalui dukungan dari Dinas Pariwisata serta Dinas Koperasi Usaha Kecil.

Fakhrial juga menekankan pentingnya melibatkan organisasi besar seperti Muhammadiyah dan NU dalam memberikan pandangan terkait proyek Holyland.

“Muhammadiyah dan NU telah terbukti melestarikan Bhineka Tunggal Ika dan menjaga keutuhan NKRI bahkan sebelum Indonesia lahir,” ujarnya.

Sebagai refleksi, ia menyinggung pengalaman Universitas Muhammadiyah Papua di Jayapura, di mana 90 persen mahasiswa beragama Kristen namun tetap mempelajari Al-Islam dan Kemuhammadiyahan tanpa menimbulkan konflik atau isu intoleransi di masyarakat.

Dengan pendekatan kepala dingin dan hati sejuk, Fakhrial berharap polemik Holyland Karangturi bisa diselesaikan tanpa gesekan, sekaligus memberi manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat setempat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *