JAKARTA – Kontroversi soal surat pemberhentian Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum PBNU semakin menghangat setelah Wakil Sekjen PBNU Nur Hidayat mengungkap dugaan adanya sabotase pada sistem stempel digital organisasi. Ia menegaskan bahwa surat keputusan tersebut sah, namun terhambat kendala teknis sehingga tidak dapat distempel sebagaimana mestinya.
“Dapat disimpulkan bahwa terdapat aksi sabotase dari tim proyek manajemen office (PMO) digdaya PBNU terhadap dua akun tersebut,” ujar Nur Hidayat dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).
Ia menyebut bahwa akun Sekjen PBNU dan akun pribadinya seharusnya memiliki kewenangan penuh untuk membubuhkan stempel digital. Namun pada 25 November pukul 21.22 WIB, akses tersebut tiba-tiba tidak bisa digunakan ketika surat edaran nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 hendak distempel oleh staf Syuriyah. Menurutnya, fitur stempel terhapus meski ia berstatus super-admin.
Setelah melakukan konfirmasi ke Peruri, kedua akun itu dinyatakan masih terdaftar sebagai pemegang otoritas stempel. Namun, kata Nur Hidayat, kenyataannya sejak beberapa hari sebelumnya ia tak bisa melakukan pengesahan. Situasi makin janggal ketika layar pratinjau dokumen berubah menjadi kode skrip dan tak terbaca.
“Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat… rusaknya tampilan berlangsung hingga Rabu pagi, sementara tim PMO tidak merespons,” ungkapnya.
Tampilan dokumen baru kembali normal pada 08.56 WIB keesokan hari, namun versi tersebut justru dibantah keabsahannya melalui surat bernomor 4786.
Katib Syuriyah PBNU Sarmidi Husna mendukung pernyataan Nur Hidayat dan menegaskan legalitas surat keputusan tersebut.
“Surat Edaran PBNU Nomor 4785… adalah benar dan sah,” tegas Sarmidi.
“Cuma memang ada kendala teknis… hingga surat belum bisa distempel digital.”
Pernyataan ini berseberangan dengan sikap Gus Yahya, yang menilai surat pemberhentian dirinya tidak memenuhi standar administrasi organisasi. Menurutnya, dokumen itu tidak ditandatangani unsur Syuriyah dan Tanfidziyah secara lengkap, serta nomor surat tidak terverifikasi di sistem digital PBNU.
“Surat itu tidak memenuhi ketentuan dan tidak sah,” tegas Gus Yahya.
“Tidak mungkin digunakan sebagai dokumen resmi.”
Hingga kini belum ada kejelasan akhir terkait keabsahan surat maupun dugaan sabotase sistem digital. Polemik ini diperkirakan akan terus berkembang seiring munculnya dua kubu pernyataan di internal PBNU.
