JAKARTA – Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap motif ekonomi sebagai latar belakang kasus dugaan penipuan yang dilakukan penyelenggara pernikahan PT Ayu Puspita Sejahtera. Dana yang disetorkan para calon pengantin diketahui tidak digunakan untuk operasional acara, melainkan dialihkan untuk kepentingan pribadi para tersangka.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Iman Imanuddin menyatakan hasil pemeriksaan penyidik menunjukkan uang korban digunakan untuk memenuhi kewajiban finansial pribadi.
“Motifnya adalah motif ekonomi,” kata Iman saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (13/12/2025).
Ia mengungkapkan salah satu penggunaan dana tersebut adalah untuk membayar cicilan rumah.
“Salah satunya untuk membayar cicilan rumah,” ujarnya.
Menurut Iman, praktik ini memperkuat dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan karena dana klien sama sekali tidak dipergunakan sesuai peruntukannya. Selain cicilan rumah, uang korban juga dipakai untuk kebutuhan pribadi lain yang tidak berkaitan dengan jasa penyelenggaraan pernikahan.
“Uang yang disetorkan oleh para korban digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membayar cicilan rumah serta kebutuhan-kebutuhan pribadi lainnya,” tegasnya.
Dalam perkara ini, tersangka APD selaku pemilik PT Ayu Puspita Sejahtera disebut memegang peran utama dalam pengelolaan dana. Namun, penyidik memastikan praktik tersebut dilakukan bersama tersangka lain.
“Saudara DHP berperan aktif secara bersama-sama dengan saudari APD dalam penggunaan uang yang disetorkan oleh para korban,” kata Iman.
Polisi juga masih mendalami dugaan penggunaan dana untuk perjalanan ke luar negeri serta gaya hidup pribadi para tersangka.
“Untuk detail penggunaan lainnya, termasuk perjalanan ke luar negeri, akan kami kembangkan dalam proses penyidikan lanjutan,” lanjutnya.
Kasus ini mencuat setelah puluhan calon pengantin melapor karena paket pernikahan yang telah dibayar tidak terlaksana sesuai perjanjian. Polda Metro Jaya mencatat total kerugian korban mencapai Rp11,5 miliar, dan angka tersebut berpotensi bertambah seiring masih dibukanya posko pengaduan.
Penyidik juga tengah menelusuri dugaan penerapan skema Ponzi, yakni sistem “gali lubang tutup lubang” dengan memanfaatkan dana klien baru untuk menutup kewajiban terhadap klien lama. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
Selain penetapan tersangka, penyidik juga terus melakukan pelacakan aset.
“Selain pasal 372 dan 378 KUHP, kami juga terus melakukan pengembangan dalam proses penyidikan ini dengan ‘tracing’ asset yang bersangkutan,” pungkas Iman.
