Antara Ijazah dan Realita: Mengurai Paradoks Pendidikan Tinggi di Indonesia

Sayangnya, banyak kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia masih terpaku pada aspek teoritis dan belum sepenuhnya menyesuaikan diri dengan kebutuhan kompetensi abad ke-21.

Di Persimpangan antara Prinsip dan Pragmatisme

Tidak sedikit lulusan yang akhirnya menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Dalam konteks ini, mempertahankan prinsip dianggap naif, bahkan kontraproduktif. Namun, Prof. Mahfud MD menekankan bahwa “hidup di atas kebenaran adalah perjuangan sejati.” Ini menjadi refleksi atas dilema banyak sarjana yang terpaksa memilih antara idealisme dan realitas ekonomi.

Fenomena ini diperparah oleh sistem rekrutmen tenaga kerja yang masih bias terhadap institusi asal, jaringan sosial, dan prestise simbolik, bukan pada keterampilan riil. Akibatnya, banyak lulusan yang kompeten tetapi tidak memperoleh akses kerja yang layak karena tidak berasal dari universitas ternama atau tidak memiliki koneksi strategis.

Pendidikan: Sarana Mobilitas atau Simbol Gengsi?

Bacaan Lainnya

Prof. Mochtar Buchori mengingatkan bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pengurang kesenjangan sosial. Namun, dalam praktiknya, pendidikan seringkali justru dijadikan simbol gengsi dan status. Ketimpangan ini semakin tampak dari data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terbaru: pada tahun 2024, IPM nasional memang mencapai 75,02 (kategori tinggi), tetapi kesenjangan antarwilayah masih sangat besar.

Provinsi seperti DKI Jakarta mencatatkan IPM 84,15, sementara Papua Pegunungan hanya 54,43, bahkan di beberapa wilayah masih di bawah 53, mengindikasikan ketimpangan struktural dalam akses dan kualitas pendidikan.

Lebih dari itu, tingkat kemiskinan di Papua Tengah dan Papua Pegunungan masih di atas 27%, menunjukkan bahwa pendidikan belum benar-benar menjadi sarana mobilitas sosial di daerah tertinggal. Bila pendidikan terus didekati dengan semangat elitis dan simbolik, maka harapan akan terciptanya keadilan sosial melalui dunia pendidikan hanya akan menjadi utopia.

Menata Ulang Arah Pendidikan Nasional

Indonesia kini berada di persimpangan penting dalam menentukan arah pendidikan nasional. Pendidikan tidak dapat lagi dipahami hanya sebagai jalur memperoleh pekerjaan bergengsi, melainkan sebagai instrumen pengembangan manusia seutuhnya. Esensi pendidikan harus dikembalikan pada tujuan dasarnya: memanusiakan manusia, menciptakan warga negara yang tangguh, adaptif, dan berintegritas.

Diperlukan reformasi kurikulum, pendekatan pembelajaran berbasis proyek, serta pelatihan keterampilan lintas disiplin untuk menjembatani kesenjangan antara dunia akademik dan dunia kerja. Selain itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem yang inklusif dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *