JAKARTA – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait kebutuhan investasi nasional sebesar Rp7,45 kuadriliun demi mendorong pertumbuhan ekonomi 5,4 persen pada tahun 2026 menuai sorotan dari Lingkar Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB).
Direktur LSKB, Fahmi Budiawan, mengingatkan agar pemerintah tidak hanya mengejar investasi padat modal dan teknologi yang bersifat ekstraktif, tetapi juga memperhatikan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja luas.
“Jangan sampai investasi sebesar itu nantinya hanya mengejar investasi ekstraktif yang padat modal dan teknologi yang tidak memberikan dampak pada lapangan pekerjaan. Dengan jumlah usia tenaga kerja produktif yang sangat besar, harusnya pemerintah fokus pada industri padat karya bukan padat modal,” ujar Fahmi kepada harianindo.id pada Senin (18/8/2025).
Data menunjukkan, jumlah tenaga kerja usia produktif di Indonesia mencapai 196,56 juta jiwa atau 69,7 persen dari total populasi. Namun, kontribusi industri padat karya dinilai semakin melemah akibat lemahnya pengawasan, perlindungan, serta ketidakmampuan bersaing. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya angka pengangguran yang kini mencapai 7,27 juta orang.
Lebih jauh, Fahmi mengingatkan agar pemerintah berhati-hati supaya strategi investasi yang ditempuh tidak memperlebar jurang ketimpangan.
“Jangan sampai disparitas ekonomi kita justru akan meningkat dan menganggu cita-cita Presiden Prabowo yang ingin menghilangkan kemiskinan ekstrim pada tahun 2026,” tegasnya.
Pernyataan LSKB ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah untuk menyeimbangkan arah investasi, agar tidak hanya memperkuat modal dan teknologi, tetapi juga menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat.
Untuk diketahui, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan total investasi sebesar Rp7,45 kuadriliun agar perekonomian nasional dapat mencapai pertumbuhan 5,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada tahun depan.
“Untuk mencapai 5,4 persen pertumbuhan kita di tahun 2026 dibutuhkan Rp7.450 triliun dari total investment (investasi) di dalam GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto/PDB) kita,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Sabtu.