Gubernur Pramono Bantah Data PBB soal Jakarta Kota Terpadat Dunia

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Isu mengenai posisi Jakarta sebagai kota terpadat di dunia kembali menjadi perbincangan setelah laporan Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA) menyebut populasi wilayah Jakarta mencapai 42 juta jiwa. Namun, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo membantah keras klaim tersebut dan menilai data itu tidak sesuai dengan kepadatan penduduk Jakarta secara administratif.

“Jadi, menurut saya sebenarnya kalau disampaikan Jakarta kota terpadat, salah. Karena Jakarta dalam kepadatan nomor 30 sebenarnya,” tegas Pramono saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa angka 42 juta yang dicantumkan PBB bukan merujuk pada penduduk Jakarta saja, melainkan pada wilayah aglomerasi Jabodetabek, yang membuat populasi terlihat sangat besar.

“Karena aglomerasi itu, maka Jakarta dianggap penduduknya menjadi 42 juta mengalahkan Bangladesh, New Delhi, Tokyo, dan sebagainya,” lanjutnya.

Meski demikian, Pramono memilih menggunakan laporan itu sebagai alarm untuk memperkuat pembangunan dan memperbaiki kualitas hidup warga Jakarta. Ia menyebut data internasional tersebut tetap penting sebagai bahan evaluasi kinerja pemerintah provinsi.

Bacaan Lainnya

Reaksi serupa juga datang dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, yang mengaku kaget dengan temuan PBB.

“Angka tersebut berbeda jauh dari data BPS yang menyebut jumlah penduduk resmi Jakarta adalah sekitar 11 juta jiwa,” ujar Rano.

Menurutnya, laporan itu sekaligus menunjukkan bahwa Jakarta masih menjadi pusat magnet ekonomi dan arus mobilitas manusia di kawasan Jabodetabek.

Laporan bertajuk “World Urbanization Prospects 2025: Summary of Results” yang dirilis pada 23 November 2025 itu menyebut Jakarta berada di posisi pertama kota terpadat dunia dengan hampir 42 juta penduduk, diikuti Dhaka (Bangladesh) dengan 40 juta jiwa dan Tokyo (Jepang) dengan 33 juta jiwa. Laporan tersebut juga mencatat bahwa kota-kota kini menampung 45 persen dari populasi global yang mencapai 8,2 miliar orang.

Perbedaan data antara pemerintah Indonesia dan PBB ini membuka diskusi baru soal standar penghitungan populasi perkotaan serta dinamika pertumbuhan wilayah metropolitan Jakarta.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *