Revisi KUHAP Terancam Batal, Ketua Komisi III: Aspirasi Publik Bisa Mengubah Segalanya

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas Komisi III DPR RI, masih menyisakan ketidakpastian.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebutkan bahwa kemungkinan pembatalan pengesahan RUU tersebut tetap terbuka, terutama jika tekanan publik terhadap draf revisi semakin menguat.

“Bisa saja RUU KUHAP tidak jadi disahkan. Hal tersebut bisa terjadi (jika) para penolak KUHAP berhasil meyakinkan para pimpinan partai untuk membatalkan pengesahan KUHAP,” ujar Habiburokhman di Jakarta, Rabu (14/7/2025).

RUU KUHAP yang semula diharapkan menjadi pembaruan besar terhadap sistem peradilan pidana, kini menghadapi perdebatan publik yang tajam. Meskipun banyak kalangan yang menyambut baik poin-poin reformis dalam draf tersebut, tidak sedikit pula yang menyuarakan kritik keras terhadap beberapa pasal kontroversial.

Habiburokhman menekankan bahwa aspirasi masyarakat telah menjadi dasar penyusunan revisi ini. Namun demikian, ia mengakui tidak mungkin seluruh aspirasi dari berbagai pihak dapat terakomodasi secara penuh.

Bacaan Lainnya

“Bahkan aspirasi Ketua Komisi III pun tidak sepenuhnya bisa diakomodir,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Komisi III DPR telah berupaya maksimal menyelenggarakan proses pembahasan RUU secara transparan dan partisipatif, dengan memasukkan sejumlah ketentuan penting seperti penguatan hak tersangka, reformasi institusi penahanan, serta keadilan restoratif.

Meski begitu, Habiburokhman menggarisbawahi urgensi pengesahan RUU KUHAP agar tidak mengulangi sejarah kegagalan pada 2012 lalu, yang menyebabkan pembahasan revisi tertunda lebih dari satu dekade.

“Belajar dari kegagalan pembentukan KUHAP 2012, yang baru bisa berjalan lagi 2024, saya perkirakan kita akan menunggu 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981,” tegasnya.

Menurutnya, pembahasan kini sudah berada di tahap Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus dan Timsin), meski secara teknis keputusan akhir tetap berada di tangan seluruh anggota DPR dan pemerintah dalam Sidang Paripurna.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *