JAKARTA – Direktur Lingkar Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB), Fahmi Budiawan mengomentari banyaknya siswa Sekolah Rakyat yang mundur. Fahmi menilai Sekolah Rakyat seharusnya menjadi embrio lahirnya kultur dan episteme baru yang rasional serta liberatif. Program ini diharapkan dapat menjadi medium pengembangan sumber daya manusia sejak dini demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
“Kami mendukung Sekolah Rakyat, namun secara konseptual butuh kajian lebih mendalam dan tidak terburu mengejar target sehingga cita-cita dan visi apik Presiden Prabowo bisa terwujud, dan APBN yang terserap di dalamnya bisa optimal menjadi katalisator pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan,” jelas Fahmi kepada harianindo.id pada Jumat (15/8/2025).
Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan bahwa program Sekolah Rakyat sejatinya dapat mengentaskan kemiskinan yang membelenggu anak-anak dari keluarga kurang mampu. Namun, kata dia, justru yang tampak lebih menonjol adalah kultur militeristik dan aroma populisme.
“Lagi-lagi soal konseptual yang memang butuh kajian mendalam, tidak hanya populisme yang dikejar, namun benar-benar menjadi laboratorium baru bagi adik-adik siswa yang membutuhkan,” tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono mengaku tidak mempersoalkan mundurnya ratusan siswa dari Sekolah Rakyat. Menurutnya, sebagian besar siswa membutuhkan waktu untuk beradaptasi karena harus tinggal di asrama dan berinteraksi di lingkungan yang baru.
“Ini kan habitat baru ya. Mereka terbiasa hidup bersama teman-teman di lingkungan asalnya, lalu masuk sekolah rakyat mereka harus diasramakan,” ujar Agus Jabo di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Sentra Handayani, Jakarta Timur, Senin (11/8/2025).
“Jadi ini proses baru yang memang butuh penyesuaian. Kalau kemudian ada yang mundur, saya pikir tidak ada masalah,” tambahnya. Ia memastikan pemerintah telah menyiapkan pengganti bagi siswa yang mengundurkan diri, mengingat jumlah anak yang membutuhkan sekolah rakyat masih sangat besar.
Berdasarkan data BPS, ada sekitar 4,16 juta anak yang tidak sekolah, putus sekolah, atau belum sekolah sama sekali.
“Jadi ya nggak apa-apa, semua berproses. Ini perintah Pak Presiden supaya anak-anak Indonesia semua bisa bersekolah. Yang kaya, yang miskin semua harus sekolah, supaya mereka pintar, punya karakter, dan keterampilan. Sekolah rakyat ini adalah jembatan untuk mewujudkan cita-cita mereka,” ucapnya.